movie: terminator salvation

Akhirnya, internet di rumah tersambung kembali. Setelah sekian lama mengandalkan mesin kecil yang bernama Blackberry® untuk terkoneksi dengan dunia, akhirnya sekarang gue bisa menggunakan PC dan kibord yang wajar. Okay, ada yang tahu gak sih, kata yang tepat dan mantap untuk keyboard? Kamus.net menerjemahkan keyboard sebagai: papan tombol jari. Kok berasanya jadi kayak nama salah satu anjungan di Taman Ria ya? Atau salah satu judul di serial Doraemon?

Sebelum gue mulai nulis post gue yang ini, gue sempat (secara iseng tentunya) merapikan poni gue. Alhasil, gue sekarang berubah dari Tintin menjadi Gogon. Fiuh, sudah ancur, makin ancur! Iya, gak penting banget! HEHEHE.

Oya, maksud dari post gue kali ini, gue pengen ngomongin soal film Terminator Salvation. Buat yang belom pernah bertanya pendapat gue tentang film ini, yah jujur aja, gue benci banget film ini. Terminator Salvation adalah salah satu sampah film musim panas tahun ini. HEHEHEHE. Pasti deh pada protes! Iya beberapa teman yang gue juga melakukan hal yang sama, tapi gue punya pendapat gue sendiri mengapa itu jelek.



Okay, buat yang belum lahir di tahun 80an, Terminator pertama kali dibuat di tahun 1984. Dengan sutradara James Cameron (catat: JAMES CAMERON!) dan dibintang-in oleh Arnold Schwarzenegger, Michael Biehn dan Linda Hamilton, Terminator bercerita tentang sebuah sistem komputer yang bernama Skynet yang berusaha menghabiskan kaum manusia di masa depan. Salah satu usahan Skynet adalah menciptakan Terminator yang kemudian dikirimkan ke masa kini untuk membunuh Sarah Connor, ibu dari pemimpin kaum resistance di masa depan, John Connor.

Bayangkan lo menonton film itu di tahun 1984, yang mana boro-boro robot atau sistem komputer, handphone aja belom terciptakan (atau mungkin sudah tapi masih segede mesin cuci). Mungkin Terminator juga yang menjadi model cerita untuk Matrix dan film-film cyborg lainnya.

7 tahun kemudian, Terminator 2: The Judgement Day diproduksi dan diedarkan, yang masih mengambil plot cerita yang sama, tapi kali ini, Terminator dikirim untuk membunuh John Connor muda. Terminator 2 disebut sebagai sequel terbaik yang pernah dibuat dan benar saja, Terminator 2 dinominasikan untuk 6 oscar dan berhasil memenangkan 4.

Lalu Rise of the Machine dibuat tahun 2003, masih dengan kisah yang sama dan sutradara yang berbeda. Tapi kali ini sang Terminator diperankan oleh Kristanna Loken, yang justru membuat unik film ini. Sang terminator tidak lagi berbadan laksana atlit angkat barbel, tapi lebih mirip ke kontestan Miss California. Bahkan MTV membuat award khusus untuk film ini, the sexiest she-villain (I'm not even sure they still had this category now).


Lalu McG datang di tahun 2009 dan memutuskan untuk membuat lanjutan Terminator dan disebut Terminator Salvation (TS). TS dibuat dengan suasana suram dan duotone yang kental yang membuat gue mikir (dan seharusnya elo juga): kalo itu kok jadi kayak nge-copycat Matrix ya?

Sebenarnya ide ceritanya sih layak dibilang menarik. Di TS, John Connor berusaha menyelamatkan diri-nya sendiri dengan cara menyelamatkan calon ayahnya yang pada masa itu masih remaja, yaitu Kyle Reese. Tapi cara bercerita yang begitu tidak menarik dan membosankan membuat ide cerita itu menjadi kurang menarik. Menonton TS membuat gue merasa sedang menonton film-film kelas dua yang biasa dibintangin oleh Jean-Claude van Damme.

Gue gak bisa membayangkan wajah James Cameron yang (mungkin) hadir di pemutaran perdana film itu. Mungkin dia keluar dari biskop dan ketika bertemu McG, dia menampar mukanya. HAHAHAHA.

Film-film seperti Terminator, Alien (secara spesifik: Alien, Aliens dan Alien 3) atau The Silence of the Lambs bukanlah film-film yang bisa secara liar diproduksi sequel atau prequelnya (yang mana Hollywood tetap melakukan sih). Dan karena itu, manusia-manusia seperti McG, Pitof (YES, You Pitof!) dan produser-produser Hollywood yang rakus layak disalahkan telah merusak film-film yang menjadi blueprint untuk film-film sejenisnya.

Tapi kalau elo menikmati Terminato Salvation, yah gak apa-apa juga. Film dibuat untuk dinikmati, tokh?! Salam damai.

No comments:

Post a Comment