cuti dan film jepang

Beberapa hari ini, mengingat kerjaan di kantor lagi tidak banyak, gue memutuskan untuk mengambil cuti tanpa pergi ke mana-mana. Yah, cutinya juga gak lama kok, cuma 2 hari saja. Tinggal di rumah saja, gue menghabiskan waktu dengan tidur sepuas-puasnya, makan ala kadarnya dan nonton DVD sebanyak-banyaknya!


Selama liburan dengan kehendak sendiri ini juga, gue nyaris tidak keluar kamar. Untuk makan siang, biasanya gue minta dibawain ama si mbak, atau kalo gak, gue minta disiapin, terus turun ke bawah ngambil dan ngumpet lagi di kamar. HAHAHAHA. Iya, emang gue kalo lagi libur, suka banget ngumpet di kamar. Nah gambar di atas itu salah satu contoh makan siang gue (kalo gak salah). Menunya: kailan cah sapi, balado terong, telur bungkus daging dan 3 sendok nasi (masih dalam program diet nih, HEHEHE).

Selain makan, tidur, pelihara jerawat, yah, aktivitas gue yang lain adalah nonton DVD (Gila, hidup gue menarik amat yaks? *sinis*). Gue jujur merasa beruntung karena berhasil menonton 2 film yang gue gak pernah pikir bisa nonton. Dua-duanya produksi Jepang.


Yang pertama, Departures. Film sederhana ini yang berhasil mengalahkan The Class-nya film Perancis di Oscar tahun ini dalam kategori film asing terbaik. Departures sendiri bercerita tentang seorang pemain cello, Diego, yang kehilangan pekerjaan dan kemudian memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Secara tidak sengaja, Diego melamar pekerjaan sebagai seorang undertaker. Pekerjaan yang kemudian menimbulkan masalah baginya, saat dia mulai menyukai pekerjaan tersebut. Teman-teman lamanya mencemooh, bahkan istrinya merasa jijik terhadap dirinya.

Salah satu keberhasilan film Departures adalah para bintangnya. Ekspresi Diego baik ketika dia sedang sedih atau bahagia, ekspresi sang istri, Mika yang merasa jijik dengan pekerjaan suaminya, atau bahkan ekspresi yang dihasilkan oleh atasan Diego yang bijaksana, semua ini membuat film ini semakin istimewa. Ditambah dengan arrasemen musik-nya Joe Hisaishi, yang mana gue fans berat!

Film kedua, Tokyo Sonata, bercerita tentang keluarga menengah di Tokyo yang masing-masing anggotanya menyimpan sebuah rahasia. Sang ayah dipecat dan berusaha mempertahankan harga diri di hadapan istri dan anak-anak dengan berpura-pura pergi bekerja setiap pagi. Sang istri yang berpura-pura bahagia dan masing-masing anak mempunyai rahasianya masing-masing.

Satu hal yang menarik dari film ini, adalah gak peduli sekacau apapun atau serusak apapun hal yang diperbuat, seseorang itu akan selalu pulang ke rumahnya. HUHUHU. Nih film gak berniat membuat elo menangis tersedu-sedu, tapi mungkin ada saatnya elo gak bisa menahan diri untuk tidak terharu.

out with the boys on saturday


Gue baru saja mengalami mimpi yang tidak biasa. Gue mimpi kalo di dalam gedung kantor gue itu ditemukan sarang lebah, 3 ekor tikus yang segede musang dan mahluk-mahluk melata lainnya. HUHUHU. Gak tau apa artinya, cuma rasanya kok sedikit terganggung. Berasa kalo gue saat dalam mimpi itu sedang berada di set syuting film Pocong vs. Kuntilanak.

Eniwei, Sabtu kemarin, gue ngumpul dengan bapak-bapak ganteng dari kantor gue. Kita janjian nonton di EX, Jakarta. Dan demi Megan Fox .. gak deh, demi film Michael Bay, Transformers - The Revenge of the Fallen, kami sudah nongkrong di depan pintu kaca XXI (IYA! Bahkan pintunya belom dibuka, sudah ada antrian! Tsk tsk tsk). Yah setelah antri sekitar 45 menit di luar dan 45 menit di dalam, akhirnya dapat tiket! Yay! Gak sia-sia perjuangan, omelan  dan umpatan (cuma gue sih), dan semangat kami!

Karena film-nya gak akan diputar sampai 2 jam lagi, kami mutusin untuk nyari sesuatu yang bisa dikunyah dan ditelen untuk menenangkan perut yang sudah mulai berisik. 

Film Transformers 2 sendiri agak-agak nge-bosanin yah. Yah, ada beberapa adegan yang sempat membuat gue terpukau (tapi tidak untuk lama) dan mungkin juga karena instalasi THX-nya EX sempat membuat gue berguncang sebentar, tapi setelah sensasi itu berlalu, gue tidak mampu menangkap esensi dari film ini, selain film ini berisik. Menonton film ini sama seperti pengalaman gue ketika naik taksi dan ditabrak oleh taksi lain sekitar 2 bulan yang lalu.

Gue masih ingat waktu nonton film Transformers 1, di mana gue sempat ber-wow-wow ria. Ketika Optimus Prime dan teman-temannya bertransformasi dalam hitungan detik, jantung gue berdebar-debar dan beberapa kali sempat ngumpat. HEHEHE.

Dan ketika gue menonton Transformers 2, gue menantikan sensasi yang sama yang gue dapatkan ketika gue menonton instalasi yang pertama. Sayangnya sensasi itu tidak berhasil gue dapatkan, ditambahkan dengan alur cerita yang terlalu sederhana, gaya penceritaan yang konyol dan dialog-dialog yang biasa saja membuat gue semakin bosan. Gue berasa kalo kita (iyah, elo dan gue) terlalu cerdas untuk film-film seperti ini. Kita bukanlah bocah lima tahun yang hanya mengharapkan aksi tanpa maksud dari sebuah film aksi.

Mungkin itu gaya cerita-nya si Michael Bay kali yah. Soalnya, beberapa hari sebelumnya, gue sempat nonton kembali Armageddon dan gue sempat heran, kenapa yah dulu film ini heboh amat?!

Sangat benar, ada yang bilang nonton dengan siapa itu lebih penting daripada apa yang lo tonton. Untung saja, acara nonton ini bareng dengan teman-teman kantor yang ternyata asik juga, jadi kekecewaan gue setelah nonton Transformers terbayarkan. Cuma gue harus keluar dari biskop dan sedikit menggoncang-goncangkan kepala gue dan bertanya: apa yang baru saja terjadi? 

gone too soon


On Thursday (25 June 2009), one of the world's greatest performers, Michael Jackson passed away. He was 50 years old. Michael Jackson was expected to have a comeback in July 2009 where he initially would start his 50 performances in London.

His life for the last four or five years had been a big circus. The trial, the debt, the crazy behaviors, they all seemed to drag him away from what he's best at, being a performer. I'm glad some of the medias, decided to remember Jackson as a legend he once was.

He was (and is) the king of pop that wowed everyone with his moonwalk 20 years ago, the legend that created phenomenal videos and dance moves. He should be remembered as the man who desired to make the world a better place and he's also the man that inspired many today's pop stars.

Like a comet blazing across the evening sky, he's gone too soon.

les activités de la journée

Chaque jour sauf Samedi et Dimanche, je me réveille et je me lève à 4h00. Je prends une douche et Je m’habille. Après, je sors travailler à 5h00. Parce que, mon bureau est très loin, je prends mon petit déjeuner à mon bureau. J’arrive à mon bureau à 7 heures. Et puis, à 11h00, je déjeune avec mes collègues. Je retourne au travailler à 12h00. Je travaille jusqu’à 15h30.

À Lundi et Jeudi, je vais au CCF pour apprendre le français. Mais les autres jours, je rentre à la maison après je me promène avec mes amis. Nous prenons un café ou regardons un film. Je dîne et je me repose. Normalement, je regarde la télévision ou lis une livre avant que je me couche. Je dors à 10h00.

Note:
This is just another homework that my teacher assigned me to do. Don't laugh, I know it's still not much, but it's now 2 paragraphs. Hopefully soon, I can start posting a longer entry in French.

the view


I read somewhere that from where I work, I could see Mountain Salak. And it's true, I can see mount Salak from the window of my office. It's pretty, isn't it? I think the view is one of the things at work I'm grateful for. Lovely, isn't it?

oh crab!


If you're a fan of a crab noodle, come to Sentul. I had my lunch with all my girlfriends: Hana, Ellyca, Natasha and Cici at one of the noodle restaurants here in Sentul. I was having the famous Mie Kepiting, which I have to admit the best I had so far.

I cannot find any other restaurants that serve better Mie Kepiting. Yes, Hendro, not even the one in Pangeran Jayakarta! HEHEHEHE.

écriture: imaginer un restaurant

Ma professeur m'a demandé dans une petite groupe pour imaginer un restaurant pas comme les autres. Nous avons écrit l’histoire bref.

Voici notre histoire: Pour 50€, vous pouvez dîner sur les étoiles. Vous arrivez au lieu et vous devez faire la randonnée pour vingt minutes. Jusqu’au dessus de la montagne, il est un lieu où vous pouvez prendre le repas grillé et un verre de vin avec une ambiance romantique.

movie: star trek

Akhirnya, Sabtu kemarin gue menyempatkan diri untuk menonton Star Trek bareng Yuska dan Miko. Setelah sehari sebelumnya mencoba mengsinkronkan tempat nonton, waktu nonton dan jadwal kami bertiga. Akhirnya, setelah menghabiskan puluhan sms, tercapailah kesepakatan kalau kami akan nonton di Djakarta Theater. Fiuh.

Tapi setelah ketemu Miko (dan Yuska 20 menit kemudian! Serius yah, rumah gue paling jauh di sini!) di Starbucks Sarinah, kesusahan itu terlupakan (dan rela dijalankan lagi). Senangnya ketemu mahluk-mahluk ini. Rasanya terakhir kami bertemu itu, sekitar 1 bulan yang lalu?! (Benar tak yah?)

Makan malam bareng di Hongkong cafe, lalu nonton bareng di Djakarta Theater. Duduk di barisan yang mantap walau gue agak-agak sedikit terganggu dengan sedikit panas di dalam biskop.


Film Star Trek sendiri buagus banget! Yah, ini agak-agak subjektif, karena gue sebelum nonton saja, sudah punya pendapat kalau film ini akan bagus dan benar saja, menurut gue bagus. Walau gue sedikit berharap kalau JJ. Abrams mau cerita lebih panjang tentang masa kecil Kirk, Spock atau bahkan tokoh-tokoh yang lain, seperti Uhura, Chekov, Scotty and McCoy.

Rasanya, JJ gak mau filmnya menjadi terlalu panjang dan dia gak mau mengubah terlalu banyak konsep dari serial TV ataupun film-film Star Trek lainnya. Gue gak mau ceritain kisahnya tentang apa, karena kalau misalnya pada belom nonton, jadi rugi dong!

Salah satu yang menyenangkan adalah melihat tokoh-tokoh yang pernah gue gandrungin dulu dalam keemasan yang lebih segar. Melihat Zachary Quinto menjadi Spock kok rasanya segar banget dan kesenangan itu makin bertambah-tambah ketika gue tahu ternyata Leonard Nimoy juga ikut berperan di film itu! Muantab abis!


Ngomong-ngomong soal Spock, salam kaum vulcan itu adalah ide-nya Leonard Nimoy sendiri loh. Jadi Nimoy merasa kalau kaum vulcan itu perlu ada tradisi khusus ketika mereka bertemu, kemudian dia teringat dengan salah satu upacara keagamaan Yahudi yang pernah dia ikuti waktu kecil. Salam dengan gestur tangan itu adalah simbol dari karakter pertama huruf Yahudi dari kata Allah, yang mana dipakai rabbi untuk memberkati jemaatnya.

Mengetahui hal-hal kecil seperti itu membuat gue makin cinta dengan film ini, ralat, dengan salah satu produk budaya modern ini! Belum lagi alat-alat ajaib yang notabene keluar dari kepala seorang Gene Roddenberry pada jaman di mana henfon saja belom diciptakan kali yah? HUEBAT!

Eniwei, gue akan nonton lagi Startrek sebelum filmnya keluar dari cinema Jakarta, jadi kalau pada belom nonton atau mau nonton lagi, yuk nonton bareng!

Meanwhile, live long and prosper!

happy birthday to ...

Sisca (on June 15)! Fiuh, I don't have her photo, but again, she's super pretty, super smart, super funny and super nice! Happy birthday, dearest!

lunch on a very quiet tuesday

Today, I was supposed to stay home, but only God knows why I came to work. I spent my first 4 hours designing banners, writing letters and chatting. HAHAHA. I mean it's totally a slow day. Nothing happened. Well, something did happen, just not to me. I felt that I was like in the middle of something and just there to watch. NOT FAIR!



Anyway, since I was in a very lazy mood, I decided to order-in for lunch. I ordered from a Manadonese restaurant nearby where I work. I ordered nasi with ikan tude goreng, (with dhabu) sayur kangkung with daun pepaya and perkedel jagung!

Even though I ate my lunch alone. It's a pretty good one. I just decided I have to write something about it. Yes, I blame my boss for converting me into a manadonese food lover. I tried several places in Jakarta and I have to admit that I still couldn't find a place that serves manadonese foods as good as the one that's nearby my office.

The ikan tude (the fish) was deep-fried in an exact perfect way. I mean, you can still enjoy the fish meat without it being too crispy or too well-done. The perkedel jagung is just unbelievably good! Not too sweet, not too salty and yet it's very crispy. And the dhabu, it's a bit sour, quite hot with Indonesian pepper (cabe rawit!).

I enjoyed the whole thing with a big cup of green tea. My lunch was just heavenly good and I can prove it. There you go.


untitled

"Here comes that sun again
That means another day without you, my friend
And it hurts me to look into the mirror at myself
And it hurts even more to have to be with somebody else"
- Walk Away, Ben Harper

Au revoir, kiddo!

Note: to check the complete lyrics, click here.

movie: terminator salvation

Akhirnya, internet di rumah tersambung kembali. Setelah sekian lama mengandalkan mesin kecil yang bernama Blackberry® untuk terkoneksi dengan dunia, akhirnya sekarang gue bisa menggunakan PC dan kibord yang wajar. Okay, ada yang tahu gak sih, kata yang tepat dan mantap untuk keyboard? Kamus.net menerjemahkan keyboard sebagai: papan tombol jari. Kok berasanya jadi kayak nama salah satu anjungan di Taman Ria ya? Atau salah satu judul di serial Doraemon?

Sebelum gue mulai nulis post gue yang ini, gue sempat (secara iseng tentunya) merapikan poni gue. Alhasil, gue sekarang berubah dari Tintin menjadi Gogon. Fiuh, sudah ancur, makin ancur! Iya, gak penting banget! HEHEHE.

Oya, maksud dari post gue kali ini, gue pengen ngomongin soal film Terminator Salvation. Buat yang belom pernah bertanya pendapat gue tentang film ini, yah jujur aja, gue benci banget film ini. Terminator Salvation adalah salah satu sampah film musim panas tahun ini. HEHEHEHE. Pasti deh pada protes! Iya beberapa teman yang gue juga melakukan hal yang sama, tapi gue punya pendapat gue sendiri mengapa itu jelek.



Okay, buat yang belum lahir di tahun 80an, Terminator pertama kali dibuat di tahun 1984. Dengan sutradara James Cameron (catat: JAMES CAMERON!) dan dibintang-in oleh Arnold Schwarzenegger, Michael Biehn dan Linda Hamilton, Terminator bercerita tentang sebuah sistem komputer yang bernama Skynet yang berusaha menghabiskan kaum manusia di masa depan. Salah satu usahan Skynet adalah menciptakan Terminator yang kemudian dikirimkan ke masa kini untuk membunuh Sarah Connor, ibu dari pemimpin kaum resistance di masa depan, John Connor.

Bayangkan lo menonton film itu di tahun 1984, yang mana boro-boro robot atau sistem komputer, handphone aja belom terciptakan (atau mungkin sudah tapi masih segede mesin cuci). Mungkin Terminator juga yang menjadi model cerita untuk Matrix dan film-film cyborg lainnya.

7 tahun kemudian, Terminator 2: The Judgement Day diproduksi dan diedarkan, yang masih mengambil plot cerita yang sama, tapi kali ini, Terminator dikirim untuk membunuh John Connor muda. Terminator 2 disebut sebagai sequel terbaik yang pernah dibuat dan benar saja, Terminator 2 dinominasikan untuk 6 oscar dan berhasil memenangkan 4.

Lalu Rise of the Machine dibuat tahun 2003, masih dengan kisah yang sama dan sutradara yang berbeda. Tapi kali ini sang Terminator diperankan oleh Kristanna Loken, yang justru membuat unik film ini. Sang terminator tidak lagi berbadan laksana atlit angkat barbel, tapi lebih mirip ke kontestan Miss California. Bahkan MTV membuat award khusus untuk film ini, the sexiest she-villain (I'm not even sure they still had this category now).


Lalu McG datang di tahun 2009 dan memutuskan untuk membuat lanjutan Terminator dan disebut Terminator Salvation (TS). TS dibuat dengan suasana suram dan duotone yang kental yang membuat gue mikir (dan seharusnya elo juga): kalo itu kok jadi kayak nge-copycat Matrix ya?

Sebenarnya ide ceritanya sih layak dibilang menarik. Di TS, John Connor berusaha menyelamatkan diri-nya sendiri dengan cara menyelamatkan calon ayahnya yang pada masa itu masih remaja, yaitu Kyle Reese. Tapi cara bercerita yang begitu tidak menarik dan membosankan membuat ide cerita itu menjadi kurang menarik. Menonton TS membuat gue merasa sedang menonton film-film kelas dua yang biasa dibintangin oleh Jean-Claude van Damme.

Gue gak bisa membayangkan wajah James Cameron yang (mungkin) hadir di pemutaran perdana film itu. Mungkin dia keluar dari biskop dan ketika bertemu McG, dia menampar mukanya. HAHAHAHA.

Film-film seperti Terminator, Alien (secara spesifik: Alien, Aliens dan Alien 3) atau The Silence of the Lambs bukanlah film-film yang bisa secara liar diproduksi sequel atau prequelnya (yang mana Hollywood tetap melakukan sih). Dan karena itu, manusia-manusia seperti McG, Pitof (YES, You Pitof!) dan produser-produser Hollywood yang rakus layak disalahkan telah merusak film-film yang menjadi blueprint untuk film-film sejenisnya.

Tapi kalau elo menikmati Terminato Salvation, yah gak apa-apa juga. Film dibuat untuk dinikmati, tokh?! Salam damai.

jalan kaki yuk!



Beberapa hari ini, gue lagi mumet banget. Yah karena urusan kerjaan, urusan pribadi, urusan di rumah dan kondisi fisik yang kurang sehat. Pokoknya serangan bertubi-tubi. Dan beberapa hari ini, gue berasa kalo sistem pendukung gue juga gagal berfungsi dengan baik. Lalu Kamis siang gue meninggalkan kantor untuk pergi ke percetakan di Grogol.

Di tempat percetakan, gue malah gak dipermudah. Cetakan yang biasa kantor gue lakukan dalam beberapa bulan sekali itu kok pada siang itu malah tampak rumit. Pertama komputer dengan sistem OS-nya Mac sang tukang cetak rusak, jadi dia cuma punya yang basis Windows, yang mana untuk load 1 file itu butuh waktu yang lama, belum lagi penyesuaian yang harus dilakukan. Fuf, gue hampir kerinting ijo di ruang itu.

Pokoknya benar-benar gak asik banget deh! Dari tempat percetakan pertama, gue harus ke tempat percetakan kedua. Jaraknya sih gak dekat, tapi gak jauh-jauh amat. Gue memutuskan untuk jalan kaki. Iya iya, gue agak-agak obsesif dengan berjalan kaki. Ini kali yang kedua gue membahas kisah berjalan kaki.

Setelah berjalan kaki sekitar 15-20 menit, gue berasa lebih segar, lebih tenang dan lebih dekil (yah, polusi di Grogol itu liar buener!). Tapi intinya, gue lebih tenang dan benar saja, menurut salah satu artikel yang dikeluarkan oleh majalah kesehatan online, Prevention. Berjalan kaki itu sangat dianjurkan dan dipercaya dapat mengurangi stress. Bahkan berjalan kaki itu disamakan kadar efektifan-nya dengan obat penenang ringan.

Bahkan tanpa efek samping yang mengerikan! Eh tergantung juga! Kalo berjalan kaki di tengah jalan, yah namanya cari mati. Kalo berjalan kaki di tengah kobaran api, sama juga cari mati! Atau berjalan kaki di air, itu namanya keajaiban! Atau berjalan kaki di Pluit, bisa jadi akrobat! *mengingat sempitnya trotoar-trotoar Pluit!* (duh gak maksud menjelek-jelekan Pluit loh, gue salah satu penduduknya). HEHEHE.

Pesan moral dari cerita gue: sehat loh berjalan kaki! Hayo mari kita keluar dari rumah sekarang, tinggalkan motor, mobil dan sepeda anda dan selamat berjalan kaki, penduduk dunia!