Gue termasuk salah satu orang yang suka banget makan malam di luar. Terutama sejak gue tinggal berdua dengan kakak laki-laki gue yang notabene juga pulang gak kalah malamnya dengan gue. Tempat makan-nya pun sangat bervariasi, mulai dari restoran-restoran di mal-mal dekat rumah, warung tepi jalan yang hanya buka di malam hari hingga nasi goreng tek-tek yang lewat di depan rumah. Semuanya tergantung cuaca malam itu, mood dan kondisi kantong. HEHEHE.
Acara makan malam di luar tak terelakan sangat menguras kantong dan hingga saat ini, gue masih seorang mas-mas kantoran, jadi budget masih terbatas. Rasanya untuk makan di restoran mewah dengan hiburan, semisal live-music, itu boleh dikata di luar kerelaan, terutama bukan untuk akhir pekan.
Acara makan malam di luar tak terelakan sangat menguras kantong dan hingga saat ini, gue masih seorang mas-mas kantoran, jadi budget masih terbatas. Rasanya untuk makan di restoran mewah dengan hiburan, semisal live-music, itu boleh dikata di luar kerelaan, terutama bukan untuk akhir pekan.
Tetapi untuk sore Kamis kemarin, setelah memotong ramput, gue memutuskan untuk menghadiahkan diri sendiri dengan makan di Depot 369, salah satu tempat makan kesukaan gue kalau ternyata gue harus makan sendiri. Setelah selesai memesan makan malam, tak jauh dari tempat gue duduk, ada band yang sedang check sound dan mereka memainkan beberapa lagu reggae Bob Marley, seperti Could This be Love, I Shot the Sheriff, Three Little Birds.
Musik yang konon pertama kali dingetopin di Jamaica. Musik yang seringkali mengungkapkan rasa tidak puas terhadap ketidak-adilan sosial, rasa benci terhadap kapitalisme dan mempromosikan perilaku benci terhadap sekelompok manusia dengan atribut tertentu. Walau harus diakui tidak semua penyanyi reggae seperti itu, gue selalu mengganggap lagu-lagu cinta Bob Marley itu sangat romantis. Lagu seperti Is This Love, dia mengumandangkan rasa cintanya dengan segala keterbatasannya:
Wah pokoknya, Depot 369 sore itu tidak seperti biasanya. Memesan mie sayur dengan sop Shanghai ditemani oleh dinginnya es lemon tea dan lagu-lagu Bob Marley. Gue berasa di surga dan teringat akan sore hari dengan lagi keemasan di tepi pantai Nusa Lembongan tahun lalu. HAHAHA. Yeah, itu berlebihan!
Musik yang konon pertama kali dingetopin di Jamaica. Musik yang seringkali mengungkapkan rasa tidak puas terhadap ketidak-adilan sosial, rasa benci terhadap kapitalisme dan mempromosikan perilaku benci terhadap sekelompok manusia dengan atribut tertentu. Walau harus diakui tidak semua penyanyi reggae seperti itu, gue selalu mengganggap lagu-lagu cinta Bob Marley itu sangat romantis. Lagu seperti Is This Love, dia mengumandangkan rasa cintanya dengan segala keterbatasannya:
"I wanna love you and treat you right;
I wanna love you every day and every night:
We'll be together with a roof right over our heads;
We'll share the shelter of my single bed;
We'll share the same room, yeah! - for Jah provide the bread."
I wanna love you every day and every night:
We'll be together with a roof right over our heads;
We'll share the shelter of my single bed;
We'll share the same room, yeah! - for Jah provide the bread."
Wah pokoknya, Depot 369 sore itu tidak seperti biasanya. Memesan mie sayur dengan sop Shanghai ditemani oleh dinginnya es lemon tea dan lagu-lagu Bob Marley. Gue berasa di surga dan teringat akan sore hari dengan lagi keemasan di tepi pantai Nusa Lembongan tahun lalu. HAHAHA. Yeah, itu berlebihan!
Pulang berjalan dengan perut kenyang dan rasa puas akan musik-musik live reggae, walau cuma check-sound, gue menelepon pacar untuk menanyakan kondisi karena dia mulai merasa tak sehat. Berbalik melihat kembali Pluit Village dari kejauhan dan langit yang indah sore itu, gue mengambil foto akan salah satu mal kesukaan gue ini. HEHEHE.
Lumayan indah yah Pluit Village di malam hari.
Lumayan indah yah Pluit Village di malam hari.