Saya sudah dari tadi duduk di depan komputer memandangi layarnya dengan berharap pada satu kesempatan, semangat saya tiba-tiba membara dan kemudian memotivasi semua organ motorik saya untuk berkreasi. Hati boleh berharap, namun kenyataannya setelah 1 kali sarapan, 2 potong kue, 1 cangkir kopi, 1 episod Masterchef US dan 1 film dengan durasi 100 menit, Nowhere Boy (yang mana adalah film yang baik), saya masih belum dapat disebut produktif.
Kembali ke film yang sempat saya tonton dalam usaha saya menjadi produktif di hari Sabtu ini, Nowhere Boy bercerita tentang kisah nyata masa remaja John Lennon. Tanpa bermaksud mengorelasikan segala sesuatu di sini, saya teringat salah satu kutipan dari Lennon yang lumayan popular, yaitu: "time you enjoy wasting was not wasted". HAHAHA, iya ini usaha saya untuk membenarkan aksi saya menikmati mendungnya Sabtu ini dengan tidak melakukan apa-apa. Hey, dolce far niente!
Sebenarnya saya berencana untuk keluar rumah dan menikmati keramaian di pusat belanja di dekat rumah, tapi apa daya, rasa malas ini kuat sekali apalagi didukung dengan mendungnya langit Jakarta siang ini. Selain rasa malas, jerawat sebesar jempol juga menjadi alasan yang kuat kenapa saya memutuskan untuk menempelkan pantat di rumah saja. Lagipula berjalan-jalan sendiri di akhir pekan akan seperti misi bunuh diri. Lalu kenapa saya tidak mengajak teman-teman saya untuk berjalan bersama? Alasan sebelumnya, yaitu jerawat sebesar jempol. HAHAHA. Dilema, dilema!
Oya, beberapa hari yang lalu, saya menerima hadiah-hadiah kecil (maklum hadiahnya banyak) yang mahal sekali dari sahabat baik saya yang terkasih, Sisca.
Sebagai sesama peminum teh, saya mendapatkan 5 bungkus gula dari Gulaku dalam kemasan dengan corak Bali yang sempat membuat saya berdecak kagum dan sampai saat ini masih tersusun rapi di atas printer saya. Tidak rela saya pakai. Kemasan yang menarik ini kembali mengingatkan saya akan indahnya, beragam dan berwarnanya pulau Bali. Dalam konteks apapun perjalanan saya ke sana, saya selalu mengalami pengalaman-pengalaman yang menarik.
Nah selain gulanya, tentu saja saya juga mendapatkan tehnya. Teh yang diberikan oleh Sisca adalah teh dari China yang harganya mahal banget! Saking mahalnya, saya sampai saat ini masih belum rela membuka bungkusannya. Teh daun yang dalam bungkusan kedap udara itu bagi saya seperti seonggok emas, yang konon menurut Sisca hanya perlu sedikit untuk menghasilkan segelas teh. Jujur, saya masih tidak rela membuka bungkusannya. Mahal, bu! HEHEHE.
Yah, kalau Sisca, sang pemberi, membaca artikel ini, terima kasih, sekali lagi terima kasih!
Yah, kalau Sisca, sang pemberi, membaca artikel ini, terima kasih, sekali lagi terima kasih!
Yah sudah, selagi langit masih mendung dan hujan belum membasahi bumi, saya mau jalan-jalan dahulu yah. Nanti kita bersambung lagi. Eit, selamat berakhir pekan!
No comments:
Post a Comment