BALADA HUJAN
Hari Rabu, 22 Desember 2010, sekitar pukul 08:00 WITA, ketika saya bersiap-siap untuk kembali ke pusat kota, langit menurunkan hujan. Seolah-olah mengingatkan saya betapa beruntungnya saya, bukan hanya karena saya diberikan kesempatan untuk mengunjungi Kalimantan Selatan, tetapi saya diberikan kesempatan untuk mengambil bagian memberikan pelatihan kepada guru-guru di kecamatan Jorong, Kalimatan Selatan.
Saya terharu dengan teman-teman baru yang saya kenal, baik di Jorong maupun teman-teman yang berangkat bersama-sama dari Jakarta. Walau dalam kunjungan yang lumayan singkat, saya belajar begitu banyak hal. Saya merasa sangat beruntung.
KOTA INTAN
Setibanya saya menginjak pulau Kalimantan, saya dibawa menikmati itik goreng, itik bakar dan udang bakar ala Banjar di salah satu rumah makan popular di Banjarbaru, Swarga. Begitu mobil yang kami tumpangi berhenti di depan rumah makan Swarga, saya melihat panggangan besar di depan rumah makan tersebut yang mana di atasnya potongan-potongan itik dipanggang dengan begitu indahnya. Saya begitu bersemangat.
Setelah itu, kami mengunjungi Kecamatan Martapura, di mana area ini terkenal dengan pasar batu-batu perhiasannya. Saya bukan orang yang menyukai batu-batuan dan apalagi belanja di tempat di mana saya diharuskan untuk menawar. Jadi saya memilih untuk mengobservasi dan melihat-lihat seperti apa pasar Martapura.
Martapura adalah kota dengan pengaruh Islam yang kuat. Monumen-monumen dengan ukiran huruf Arab dengan mudah dapat ditemukan di mana-mana. Ada referensi yang menyebutkan bahwa Martapura disebut sebagai kota santri.
Pasar penjualan perhiasannya sendiri tidak jauh berbeda dengan pasar Tanah Abang atau pasar Senen, mungkin tidak sepadat kedua pasar di Jakarta tersebut, namun selayaknya pasar homogen, di mana mata memandang, perhiasan bergantungan di mana-mana. Saya menyempatkan diri untuk membeli beberapa gelang dan bros untuk oleh-oleh ibu saya.
TAKE ME TO THE BEACH
Saya menghabiskan malam-malam saya dengan tinggal di sebuah bungalow di tepi pantai, di mana kami masing-masing diberikan satu flat. Malam pertama saya membayangkan betapa mengerikannya saya harus tidur sendiri. Namun begitu saya tinggal sendiri di flat tersebut, tanpa TV, tanpa internet, tanpa musik, hanya bunyi ombak yang berdeburan. Rasa takut (tanpa alasan jelas) beserta rasa capai setiap malam diseimbangkan dengan rasa nyaman.
Saya selalu mencintai pantai. Duduk di tepi pantai di malam hari dengan menikmati kudapan hangat dan teh panas adalah salah satu hal yang paling menyenangkan. Suara deburan ombak yang tak henti-hentinya memberikan ketenangan.
DEHIDRASI
Saya sadar ketika diberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pelatihan, saya tidak akan berharap tempat yang mewah. Bahkan di hari pertama, kami harus turun membersihkan kurang lebih 100buah kursi dari debu yang tebal dengan tisu basah. Hanya dengan dua kipas angin, kami juga mengadakan pelatihan tersebut dari pagi hingga sore.
Hari pertama adalah hari yang terberat. Setelah sore menjelang, saya nyaris pingsan. Dari sore jam 4 hingga malam jam 7, saya hanya ingat kepala saya rasanya seperti mau meledak. Walau semuanya berangsur-angsur membaik setelah saya tidur beberapa jam dan minum air seperti kuda nil.
Namun begitu saya membaca kertas isian kesan dan saran, saya menjadi sangat terharu. Pelatihan yang sederhana dan cuma sesaat tersebut memberikan banyak masukan kepada pesertanya. Bahkan hingga saat ini saya berharap perjalanan itu tidak sia-sia dan dari semua pihak, kecamatan Jorong yang paling diuntungkan.
KULINERAN
Walau dalam kunjungan yang singkat (3 malam), saya sempat juga menyicipi beberapa kudapan dan masakan khas Kalimantan, seperti Soto Banjar, Ketupat Kandangan dan berbagai kudapan yang saya temukan di pasar tradisional Martapura.
Di sini, kudapan atau kue-kue itu disebut wadai. Saya mencobai beberapa wadai seperti wadai kunci, wadai wajik dan satu kue yang terbuat dari singkong. Satu hal yang menarik perhatian saya adalah udang-udang besar di mana-mana, bahkan di warung makan di tepi jalan, sangat biasa menjual udang-udang besar ala lobster.
Saya sempat beberapa kali mengingatkan diri untuk berhati-hati dan ingat usia sudah tidak muda lagi. HEHEHE.
URBANISASI DAN TRANSMIGRASI
Akhirnya saya harus balik ke Jakarta juga. Oyah, sebelum saya berangkat ke Kalimantan, saya iseng-iseng cerita kepada teman saya mengenai perjalanan saya ini. Spontan teman saya berkomentar bahwa tidak ada apa-apa yang bisa dilihat di Kalsel, karena pendapat dia semua pemuda Kalsel memilih untuk berurbanisasi ke pulau Jawa daripada membangun tanah kelahirnya.
Pendapat teman saya itu tidak sepenuhnya benar, walau saya menemukan kota Banjar sedikit sepi di waktu malam dan penduduk lokal tampaknya lebih sedikit dibandingkan pendatang (penduduk yang bertransmigrasi). Kalimantan Selatan di luar kekayaan tambangnya, memiliki potensi yang begitu besar. Untuk parawisata misalnya, dibutuhkan sedikit polesan dan saya yakin bisa mengimbangi situs-situs wisata popular lainnya di Indonesia.