Akhirnya, Sabtu kemarin gue menyempatkan diri untuk menonton Star Trek bareng Yuska dan Miko. Setelah sehari sebelumnya mencoba mengsinkronkan tempat nonton, waktu nonton dan jadwal kami bertiga. Akhirnya, setelah menghabiskan puluhan sms, tercapailah kesepakatan kalau kami akan nonton di Djakarta Theater. Fiuh.
Tapi setelah ketemu Miko (dan Yuska 20 menit kemudian! Serius yah, rumah gue paling jauh di sini!) di Starbucks Sarinah, kesusahan itu terlupakan (dan rela dijalankan lagi). Senangnya ketemu mahluk-mahluk ini. Rasanya terakhir kami bertemu itu, sekitar 1 bulan yang lalu?! (Benar tak yah?)
Makan malam bareng di Hongkong cafe, lalu nonton bareng di Djakarta Theater. Duduk di barisan yang mantap walau gue agak-agak sedikit terganggu dengan sedikit panas di dalam biskop.
Film Star Trek sendiri buagus banget! Yah, ini agak-agak subjektif, karena gue sebelum nonton saja, sudah punya pendapat kalau film ini akan bagus dan benar saja, menurut gue bagus. Walau gue sedikit berharap kalau JJ. Abrams mau cerita lebih panjang tentang masa kecil Kirk, Spock atau bahkan tokoh-tokoh yang lain, seperti Uhura, Chekov, Scotty and McCoy.
Rasanya, JJ gak mau filmnya menjadi terlalu panjang dan dia gak mau mengubah terlalu banyak konsep dari serial TV ataupun film-film Star Trek lainnya. Gue gak mau ceritain kisahnya tentang apa, karena kalau misalnya pada belom nonton, jadi rugi dong!
Salah satu yang menyenangkan adalah melihat tokoh-tokoh yang pernah gue gandrungin dulu dalam keemasan yang lebih segar. Melihat Zachary Quinto menjadi Spock kok rasanya segar banget dan kesenangan itu makin bertambah-tambah ketika gue tahu ternyata Leonard Nimoy juga ikut berperan di film itu! Muantab abis!
Ngomong-ngomong soal Spock, salam kaum vulcan itu adalah ide-nya Leonard Nimoy sendiri loh. Jadi Nimoy merasa kalau kaum vulcan itu perlu ada tradisi khusus ketika mereka bertemu, kemudian dia teringat dengan salah satu upacara keagamaan Yahudi yang pernah dia ikuti waktu kecil. Salam dengan gestur tangan itu adalah simbol dari karakter pertama huruf Yahudi dari kata Allah, yang mana dipakai rabbi untuk memberkati jemaatnya.
Mengetahui hal-hal kecil seperti itu membuat gue makin cinta dengan film ini, ralat, dengan salah satu produk budaya modern ini! Belum lagi alat-alat ajaib yang notabene keluar dari kepala seorang Gene Roddenberry pada jaman di mana henfon saja belom diciptakan kali yah? HUEBAT!
Eniwei, gue akan nonton lagi Startrek sebelum filmnya keluar dari cinema Jakarta, jadi kalau pada belom nonton atau mau nonton lagi, yuk nonton bareng!
Meanwhile, live long and prosper!
No comments:
Post a Comment