cerita tentang teman

Hari Minggu kemarin, gue mendapatkan kesempatan istimewa untuk menghabiskan siang-sore gue dengan salah satu teman yang gue sayangin (cuih!) dan sekarang dia secara resmi menjadi salah satu orang yang gue idolakan. Kalo hidupnya adalah twitter, gue adalah stalker (follower rasanya kurang mantap) sejati-nya. HEHEHEHE. Benaran loh! (YS: are you twitter-ing? :D)

Sambil menikmati pempek di Abing, kami (gue dan sang teman) ngobrol dan berdikusi. Salah satu topik yang terus berputar-putar di otak gue adalah seberapa jauh elo boleh/perlu/kudu/wajib/mesti terlibat dalam hidup teman (atau teman-teman) lo?

Gue termasuk spesies aneh yang suka meng-cluster-kan teman-teman gue. Hingga saat ini, cluster-cluster itu tidak pernah berinteraksi, yah dalam kesempatan tertentu mungkin mereka bisa berinteraksi. Kalo bingung, gak apa-apa, gue juga bingung apa yang ingin gue sampaikan (ini adalah kali yang kelima gue menuliskan kalimat ini).

Intinya begini, gue suka membagi-bagikan teman gue berdasarkan kepentingan dan fungsinya. HAHAHAHAHA. Jadi ada teman kantor (yah kadang-kadang jadi teman jalan dan teman main juga), terus ada teman main, teman sekolah, teman buat chatting, teman buat telepon-teleponan, teman buat sms-sms-an (yah gue punya teman seperti ini! gue belom pernah ketemu atau dengar suaranya! SERIUS!), teman nonton, dan sebagainya.

Sebenarnya jarang banget, satu cluster untuk benar-benar mengenal gue dan sebaliknya. Teman yang gue kenal adalah sejauh mata bisa melihat, telinga bisa mendengar, tangan bisa mengklik facebook. HEHEHE. Cukup mengerikan kalo ternyata gue tahu banyak tentang teman-teman gue melalui situs ajaib ini. Gue bahkan tahu kalo teman baik gue berniat untuk melanjutkan sekolahnya dan baru saja berhenti bekerja melalui teman yang tahu lewat situs ini. HAHAHA. Gak tau kalo ini adalah bentuk efisiensi dan/atau efektivitas atau emang tukar kabar antar teman itu sudah gak penting lagi. Atau mungkin ini bentuk baru dari tukar-kabar antar teman?

Bayangkan kalo misalnya anda tidak terkoneksi ke internet atau bahkan gak punya account di facebook! Apapun lanjutan dari kalimat ini adalah singgungan untuk pihak-pihak tertentu, ada baiknya jika dilupakan saja. HEHEHEHE.

Eniwei, kembali lagi ke bagian keterlibatan dalam hidup teman, gue juga menyadari kalo semakin dalam elo terlibat dalam hidup seorang teman, semakin besar lo akan disakiti dan menyakiti. Sama kayak berjudi saja, semakin besar lo bertaruh, semakin besar kemungkinan lo akan menang atau kalah. Okay, analogi bodoh, tapi mungkin ada benarnya. Mungkin analogi ini juga berlaku untuk kaum romantis yang mengebu-ngebu mencari cinta. HEHEHE.

Menjelang sore ketika gue dan teman gue itu memutuskan mengakhiri hari yang indah itu, ketika gue duduk sendirian di dalam taksi menuju ke gereja, gue mulai merenung (iya, ini adalah hal yang berbahaya: duduk sendirian dan merenung).

Mungkin gue bukanlah teman yang baik. Teman-teman kuliah gue akan sangat menyetujui ini tampaknya. I missed a lot of birthdays, weddings and babies being delivered (not that I'm obligated for this one, but everytime I met a friend and that suprise face to know that she/he has a baby is not so cute anymore, it just tells that I'm lazy .. HAHAHA). Gue terhentak, terkaget-kaget dan mulai berpikir kalau mungkin gue kurang terlibat dalam hidup beberapa teman gue karena gue gak berani bertaruh. I'm not a risk taker.

I was in gloom for a couple of days.

Yah, akhirnya tulisan ini selesai pada hari Selasa pagi, pukul 08:00, dengan gue lebih segar, sehat dan sedikit lebih baik, baru selesai makan indomie (makasih Pak Harun, yang sudah repot-repot mau buatin! HEHEHE) yang kabarnya akan segera kadarluarsa (tapi gratisan, jadi yah telen sajalah) dan minum teh hijau (katalis untuk berkunjung ke kamar air, HEHEHHEHE), gue berharap di masa yang akan datang, bisa jadi teman yang lebih baik.

Ahhh, mantap, bukan?

No comments:

Post a Comment